Evaluasi Kinerja Pembangunan Peternakan di Provinsi Papua

EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN PETERNAKAN PROVINSI PAPUA

(EVALUATION OF HUSBANDRY MANAJEMEN DEVELOPMENT IN PAPUA PROVINCE)

Lukas Y. Sonbait

Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua Manokwari

Pendahuluan

Provinsi Papua yang luasnya mencapai 317.062 km², memiliki luas perairan 228.000 km. Wilayah ini juga memiliki potensi lestari kayu komersial 540 juta m³, menghasilkan 1,3 juta ton potensi lestari perikanan per tahun. Terdapat deposit 2,5 miliar bahan tambang emas dan batubara, hanya di kawasan konsesi PT Freeport. Memiliki kawasan hutan 42.224.840 ha, terdiri dari hutan lindung 10.619.090 ha, kawasan konservasi 9.704.300 ha, hutan produksi 10.585.210 ha, hutan produksi terbatas 2.051.110 ha, dan hutan konversi 9.262.130 ha. Luas hutan konversi ini dapat digarap menjadi lahan perkebunan, tanaman pangan, holtikultura, dan peternakan produktif. Luasan hutan konversi ini baru 2,36% yang dimanfaatkan, selebihnya masih berupa potensi yang tidak akan memberikan manfaat apa-apa bagi rakyat Papua kecuali diolah.

Meski kaya dengan sumberdaya alam, fakta menunjukkan dari jumlah rumah tangga yang mencapai 480.578, lebih dari 80 persen adalah rumah tangga miskin. Kelompok ini bermukim di kampung-kampung, pesisir pantai, pulau-pulau kecil, pegunungan dan pedalaman. Dapat dipastikan sebagian besar diantaranya menggantungkan hidup di sektor pertanian dalam arti luas yaitu tanaman pangan, perkebunan, perikanan, kehutanan termasuk peternakan yang sudah lebih dari 4 dekade melakukan introduksi dan redistribusi berbagai jenis ternak, namun penampilan produksi belum menunjukkan trend yang mampu mendukung program swasembada, malahan sebaliknya kasus degenerasi pada beberapa jenis ternak makin dominan.

Oleh sebab itu, kinerja pembangunan peternakan perlu dievaluasi, meski disadari beberapa fungsi manajemen, aspek evaluasi dinilai sulit dilakukan karena beberapa alasan: bervariasinya program dan kegiatan yang dijalankan di provinsi maupun kabupaten/kota yang menjalankan fungsi peternakan, dan bervariasinya tolok ukur yang menjadi pedoman evaluasi. Meski demikian, evaluasi kinerja pembangunan peternakan menjadi sangat penting dilakukan untuk mendapatkan informasi akurat bagi kepentingan perencanaan pembangunan peternakan berikutnya.

Beberapa tujuan yang dicapai dari hasil penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kinerja pembangunan peternakan yang mencakup 5 tujuan pembangunan peternakan yaitu kualitas dan kuantitas bibit ternak, budidaya, kesehatan hewan, jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH, dan pelayanan prima masyarakat peternakan;

2. Mengetahui kinerja kegiatan utama pembangunan peternakan yang meliputi program percepatan swasembada daging sapi (P2SDS), restrukturisasi perunggasan (RP), restrukturisasi industri persusuan (RPS), dan penanggulangan avian influenza (AI);

3. Mendapatkan umpan balik dari daerah terkait program pembangunan peternakan berdasarkan kebijakan pusat.

Metoda

Kegiatan evaluasi kinerja ini dilaksanakan pada dinas yang menjalankan fungsi peternakan baik provinsi maupun kabupaten/kota. Ada 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota yang dipilih, yaitu Kabupaten Jayapura, Keerom, Merauke, Biak Numfor, dan Kotamadya Jayapura. Data yang dihimpun adalah data sekunder dan wawancara dengan penanggung jawab kegiatan dan responden kunci. Analisis dilakukan secara tabulasi.

Hasil dan Pembahasan

1. Evaluasi kinerja tujuan pembangunan peternakan

Kinerja Tujuan Pembangunan Peternakan

Nilai Tujuan

Kesimpulan Tujuan

I. Peningkatan kualitas dan kuantitas bibit ternak

46,01

Cukup

II. Pengembangan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak

64,28

Baik

III. Peningkatan dan mempertahankan status kesehatan hewan

54,24

Cukup

IV. Peningkatan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH

22,55

Kurang

V. Peningkatan pelayanan prima pada masyarakat peternakan

40,19

Cukup

Upaya perbaikan mutu genetik (regenerasi) ternak melalui program perbibitan (breeding centre) dan breeding farm belum menjadi fokus utama. Sebaliknya, budidaya ternak dengan introduksi dan redistribusi bibit tanpa sistem dan prosedur seleksi yang ketat masih menjadi fenomena klasik. Status kesehatan hewan mengalami peningkatan aktivitas sehubungan dengan berkembangnya isu beberapa penyakit hewan menular (zoonosis). Jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH belum menjadi prioritas utama, sedangkan pelayanan prima masyarakat peternakan belum optimal sebagai konsekuensi terbatasnya jumlah dan mutu pelayanan karena sumberdaya manusia peternakan yang terbatas.

2. Evaluasi kinerja kegiatan utama pembangunan peternakan

Kinerja Kegiatan Utama Pembangunan Peternakan

Nilai

Kesimpulan

Percepatan pencapaian swasembada daging sapi (P2SDS)

62,76

Potensial Tercapai

Restrukturisasi perunggasan (RP)

50,42

Cukup

Restrukturisasi industri persusuan (RPS)

53,48

Cukup

Penanggulangan avian influenza (AI)

51,85

Cukup

P2SDS berpotensi untuk dicapai karena besarnya daya dukung pakan yang bersumber dari hijauan dan limbah pertanian/perkebunan, namun belum diikuti program penggemukan (fattening). RP mulai dibenahi melalui restrukturisasi perunggasan dengan penataan pemeliharaan unggas di pemukiman. RPS belum berkontribusi pada suplai susu segar, namun pengembangan ternak perah dan pengadaan konsentrat lokal sebagai pakan tambahan merupakan daya dukung yang potensial. Upaya pemutusan mata rantai berjangkitnya penyakit avian influenza (AI) terus menjadi prioritas dalam mengembangkan ternak unggas.

3. Persepsi daerah terhadap kebijakan pembangunan peternakan pusat

No

Aspek

Nilai

Kesimpulan

Faktor Penyebab (Rangking)***

Koordinasi

Peraturan

Kewenangan

Konsistensi

A

Kebijakan

5.97

Puas

2.13

2.38

2.45

2.93

B

Program dan kegiatan

6.27

Puas

2.10

2.15

2.05

2.80

C

Target dan sasaran

6.37

Puas

2.43

2.33

2.07

2.63

D

Kewenangan

4.90

Tidak Puas

.17

2.30

2.57

2.77

E

Pendanaan

5.17

Puas

2.03

1.77

1.93

2.53

F

Kelembagaan

5.75

Puas

1.90

2.15

1.70

2.35

Persepsi daerah bersumber dari pejabat dan petugas yang menjalankan fungsi peternakan di provinsi dan kabupaten/kota, pihak perguruan tinggi dan praktisi peternakan. Informasi ini memberikan penilaian terhadap kebijakan pembangunan peternakan pusat yang diimplementasikan ke daerah. Terdapat jawaban yang bervariasi yaitu ada yang puas dan tidak puas. Dari keenam variabel yaitu kebijakan, program dan kegiatan, target dan sasaran, kewenangan, pendanaan, dan kelembagaan, ternyata variabel kewenangan dinilai tidak mengakomodir apa yang menjadi keinginan daerah.

Kesimpulan

1. Kinerja pembangunan peternakan memiliki 5 tujuan, peningkatan kualitas dan kuantitas bibit ternak dinilai cukup, usaha budidaya dinilai baik, status kesehatan hewan dinilai cukup, jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH dinilai kurang, dan peningkatan pelayanan prima masyarakat peternakan juga cukup.

2. Kinerja kegiatan utama pembangunan peternakan melalui program P2SDS berpotensi untuk dicapai, RP cukup, RPS cukup, dan AI juga cukup.

3. Persepsi daerah terhadap kebijakan pembangunan peternakan pusat yang diimplementasi ke daerah dari aspek kewenangan dinilai tidak mengakomodir apa yang menjadi keinginan daerah.

Sabtu, 30 Juli 2011

Google

Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar