Evaluasi Kinerja Pembangunan Peternakan di Provinsi Papua

EVALUASI KINERJA PEMBANGUNAN PETERNAKAN PROVINSI PAPUA

(EVALUATION OF HUSBANDRY MANAJEMEN DEVELOPMENT IN PAPUA PROVINCE)

Lukas Y. Sonbait

Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua Manokwari

Pendahuluan

Provinsi Papua yang luasnya mencapai 317.062 km², memiliki luas perairan 228.000 km. Wilayah ini juga memiliki potensi lestari kayu komersial 540 juta m³, menghasilkan 1,3 juta ton potensi lestari perikanan per tahun. Terdapat deposit 2,5 miliar bahan tambang emas dan batubara, hanya di kawasan konsesi PT Freeport. Memiliki kawasan hutan 42.224.840 ha, terdiri dari hutan lindung 10.619.090 ha, kawasan konservasi 9.704.300 ha, hutan produksi 10.585.210 ha, hutan produksi terbatas 2.051.110 ha, dan hutan konversi 9.262.130 ha. Luas hutan konversi ini dapat digarap menjadi lahan perkebunan, tanaman pangan, holtikultura, dan peternakan produktif. Luasan hutan konversi ini baru 2,36% yang dimanfaatkan, selebihnya masih berupa potensi yang tidak akan memberikan manfaat apa-apa bagi rakyat Papua kecuali diolah.

Meski kaya dengan sumberdaya alam, fakta menunjukkan dari jumlah rumah tangga yang mencapai 480.578, lebih dari 80 persen adalah rumah tangga miskin. Kelompok ini bermukim di kampung-kampung, pesisir pantai, pulau-pulau kecil, pegunungan dan pedalaman. Dapat dipastikan sebagian besar diantaranya menggantungkan hidup di sektor pertanian dalam arti luas yaitu tanaman pangan, perkebunan, perikanan, kehutanan termasuk peternakan yang sudah lebih dari 4 dekade melakukan introduksi dan redistribusi berbagai jenis ternak, namun penampilan produksi belum menunjukkan trend yang mampu mendukung program swasembada, malahan sebaliknya kasus degenerasi pada beberapa jenis ternak makin dominan.

Oleh sebab itu, kinerja pembangunan peternakan perlu dievaluasi, meski disadari beberapa fungsi manajemen, aspek evaluasi dinilai sulit dilakukan karena beberapa alasan: bervariasinya program dan kegiatan yang dijalankan di provinsi maupun kabupaten/kota yang menjalankan fungsi peternakan, dan bervariasinya tolok ukur yang menjadi pedoman evaluasi. Meski demikian, evaluasi kinerja pembangunan peternakan menjadi sangat penting dilakukan untuk mendapatkan informasi akurat bagi kepentingan perencanaan pembangunan peternakan berikutnya.

Beberapa tujuan yang dicapai dari hasil penelitian ini adalah:

1. Mengetahui kinerja pembangunan peternakan yang mencakup 5 tujuan pembangunan peternakan yaitu kualitas dan kuantitas bibit ternak, budidaya, kesehatan hewan, jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH, dan pelayanan prima masyarakat peternakan;

2. Mengetahui kinerja kegiatan utama pembangunan peternakan yang meliputi program percepatan swasembada daging sapi (P2SDS), restrukturisasi perunggasan (RP), restrukturisasi industri persusuan (RPS), dan penanggulangan avian influenza (AI);

3. Mendapatkan umpan balik dari daerah terkait program pembangunan peternakan berdasarkan kebijakan pusat.

Metoda

Kegiatan evaluasi kinerja ini dilaksanakan pada dinas yang menjalankan fungsi peternakan baik provinsi maupun kabupaten/kota. Ada 4 (empat) kabupaten dan 1 (satu) kota yang dipilih, yaitu Kabupaten Jayapura, Keerom, Merauke, Biak Numfor, dan Kotamadya Jayapura. Data yang dihimpun adalah data sekunder dan wawancara dengan penanggung jawab kegiatan dan responden kunci. Analisis dilakukan secara tabulasi.

Hasil dan Pembahasan

1. Evaluasi kinerja tujuan pembangunan peternakan

Kinerja Tujuan Pembangunan Peternakan

Nilai Tujuan

Kesimpulan Tujuan

I. Peningkatan kualitas dan kuantitas bibit ternak

46,01

Cukup

II. Pengembangan usaha budidaya untuk meningkatkan populasi, produktivitas dan produksi ternak

64,28

Baik

III. Peningkatan dan mempertahankan status kesehatan hewan

54,24

Cukup

IV. Peningkatan jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH

22,55

Kurang

V. Peningkatan pelayanan prima pada masyarakat peternakan

40,19

Cukup

Upaya perbaikan mutu genetik (regenerasi) ternak melalui program perbibitan (breeding centre) dan breeding farm belum menjadi fokus utama. Sebaliknya, budidaya ternak dengan introduksi dan redistribusi bibit tanpa sistem dan prosedur seleksi yang ketat masih menjadi fenomena klasik. Status kesehatan hewan mengalami peningkatan aktivitas sehubungan dengan berkembangnya isu beberapa penyakit hewan menular (zoonosis). Jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH belum menjadi prioritas utama, sedangkan pelayanan prima masyarakat peternakan belum optimal sebagai konsekuensi terbatasnya jumlah dan mutu pelayanan karena sumberdaya manusia peternakan yang terbatas.

2. Evaluasi kinerja kegiatan utama pembangunan peternakan

Kinerja Kegiatan Utama Pembangunan Peternakan

Nilai

Kesimpulan

Percepatan pencapaian swasembada daging sapi (P2SDS)

62,76

Potensial Tercapai

Restrukturisasi perunggasan (RP)

50,42

Cukup

Restrukturisasi industri persusuan (RPS)

53,48

Cukup

Penanggulangan avian influenza (AI)

51,85

Cukup

P2SDS berpotensi untuk dicapai karena besarnya daya dukung pakan yang bersumber dari hijauan dan limbah pertanian/perkebunan, namun belum diikuti program penggemukan (fattening). RP mulai dibenahi melalui restrukturisasi perunggasan dengan penataan pemeliharaan unggas di pemukiman. RPS belum berkontribusi pada suplai susu segar, namun pengembangan ternak perah dan pengadaan konsentrat lokal sebagai pakan tambahan merupakan daya dukung yang potensial. Upaya pemutusan mata rantai berjangkitnya penyakit avian influenza (AI) terus menjadi prioritas dalam mengembangkan ternak unggas.

3. Persepsi daerah terhadap kebijakan pembangunan peternakan pusat

No

Aspek

Nilai

Kesimpulan

Faktor Penyebab (Rangking)***

Koordinasi

Peraturan

Kewenangan

Konsistensi

A

Kebijakan

5.97

Puas

2.13

2.38

2.45

2.93

B

Program dan kegiatan

6.27

Puas

2.10

2.15

2.05

2.80

C

Target dan sasaran

6.37

Puas

2.43

2.33

2.07

2.63

D

Kewenangan

4.90

Tidak Puas

.17

2.30

2.57

2.77

E

Pendanaan

5.17

Puas

2.03

1.77

1.93

2.53

F

Kelembagaan

5.75

Puas

1.90

2.15

1.70

2.35

Persepsi daerah bersumber dari pejabat dan petugas yang menjalankan fungsi peternakan di provinsi dan kabupaten/kota, pihak perguruan tinggi dan praktisi peternakan. Informasi ini memberikan penilaian terhadap kebijakan pembangunan peternakan pusat yang diimplementasikan ke daerah. Terdapat jawaban yang bervariasi yaitu ada yang puas dan tidak puas. Dari keenam variabel yaitu kebijakan, program dan kegiatan, target dan sasaran, kewenangan, pendanaan, dan kelembagaan, ternyata variabel kewenangan dinilai tidak mengakomodir apa yang menjadi keinginan daerah.

Kesimpulan

1. Kinerja pembangunan peternakan memiliki 5 tujuan, peningkatan kualitas dan kuantitas bibit ternak dinilai cukup, usaha budidaya dinilai baik, status kesehatan hewan dinilai cukup, jaminan keamanan pangan hewani yang ASUH dinilai kurang, dan peningkatan pelayanan prima masyarakat peternakan juga cukup.

2. Kinerja kegiatan utama pembangunan peternakan melalui program P2SDS berpotensi untuk dicapai, RP cukup, RPS cukup, dan AI juga cukup.

3. Persepsi daerah terhadap kebijakan pembangunan peternakan pusat yang diimplementasi ke daerah dari aspek kewenangan dinilai tidak mengakomodir apa yang menjadi keinginan daerah.

Jumat, 01 April 2011

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengadaan Biogas Sebagai Energi Alternatif Di Kabupaten Manokwari



Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengadaan Biogas Sebagai Energi Alternatif  Di Kabupaten  Manokwari


 Oleh
Lukas Y. Sonbait

Staf Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Papua
email: Lukas.sonbait@yahoo.com;lukas.sonbait@gmail.com

Pendahuluan
Pemberdayaan masyarakat adalah peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Pemberdayaan sendiri merupakan suatu proses yang berjalan terus menerus. Pemberdayaan masyarakat antara lain dilakukan melalui partisipasi masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan memiliki hubungan yang sangat erat satu sama lainnya (Anonim, 2008b). Keberhasilan pembangunan  di satu pihak membutuhkan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi. Di lain pihak, proses pembangunan dapat memberikan kesempatan berpartisipasi dalam menempatkan kekuatan dan sumber daya menjadi lebih dekat, dan lebih jelas, sehingga mudah diatur oleh masyarakat dan pemerintah. Dalam lingkungan dimana budaya partisipasi masyarakat sangat rendah, peran community organizing dapat menjadi langkah awal dalam menciptakan kesempatan yang bersifat rutin dan teratur bagi interaksi masyarakat. Semakin melembaganya partisipasi masyarakat maka tujuan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan semakin jelas terlihat.
Dalam memberdayakan masyarakat, selain dilakukan reorientasi peran pemerintah pusat dan daerah, juga secara sistematis dan konsisten melakukan penyadaran terhadap masyarakat melalui isu-isu lokal yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan mereka. Isu-isu lokal yang di angkat dalam tulisan ini ada pemafaatan biogas sebagai energi alternatif di masyarakat transmigrasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah  keterlibatan Perguruan Tinggi di Manokwari dalam hal ini Fakultas Peternakan UNIPA sebagai Community Organizing dengan melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi terutama pada bidang pengabdian pada masyarakat yang melibatkan Tim Perguruan Tinggi, bekerjasama dengan Dinas Peternakan Kabupaten Manokwari dan Dinas Pertanian Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat yang peduli terhadap masalah lingkungan.  Dalam pelaksanaanna lebih bersifat partisipatoris sehingga mampu menumbuhkan kemampuan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat dalam tulisan ini lebih difokuskan pada pembangunan masyarakat peternakan sebagai salah satu faktor produksi yang penting untuk menunjang kemandirian masyarakat.
Keadaan Umum Kabupaten Manokwari
   Distrik Prafi merupakan salah satu distrik kabupaten Manokwari. Merupakan distrik dengan mayoritas penduduknya berasal dari jawa (warga transmigrasi). kampung yang dilibatkan dalam program biogas adalah Aimasi dan Udapi Hilir. Letaknya kedua kampung ini  sekitar 60 km dari Kota Manokwari, ibukota Provinsi Papua Barat. Daerah  ini sekarang merupakan salah satu tempat percontohan pembangunan pertanian di Manokwari. Mata pencaharian utama penduduknya adalah bertani dengan mengusahakan tanaman-tanaman pertanian seperti padi, kedelei, sayur-sayuran dan buah-buahan. Tidak semua kepala keluarga di daerah transmigrasi memelihara sapi. Ternak Sapi merupakan salah satu ternak yang dijadikan usaha sambilan bagi para petani.  Tingkat kepemilikan sapi bagi penduduk yang mengusahakan ternak ini adalah 3-5 ekor.  Pola pemeliharaan pada umumnya dilakukan secara semi intensif yaitu dengan mengandangkan dan mengikat sapi-sapi di daerah padang penggembalaan.  Kandang dibangun di belakang rumah yang berdekatan dengan rumah-rumah penduduk lain.  Pola pemeliharaan yang seperti ini mengakibatkan pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh limbah kotoran ternak.
Latar Belakang Program
      Program pengadaan Digester biogas percontohan sebenarnya merupakan program pemerintah (Bottom up) yang diturunkan yang harus melibatkan beberapa pihak. Salah satunya adalah kalangan akademisi di bidang peternakan dalam hal ini Fakultas Peternakan Universitas Papua sebagai mitra dengan pemerintah daerah kabupaten Manokwari. Dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat melalui pengadaan biogas dilakukan dengan syarat setiap mereka yang terlibat harus mempunyai  kelompok tani.  Dipilihnya prafi sebagai daerah sasaran program dengan alasan melimpahnya jumlah feses di daerah transmigrasi yang harus segera diatasi untuk menanggulangi pencemaran lingkungan dan menyebarnya penyakit pada manusia yang diakibatkan oleh lalat maupun parasit.  Selain itu diketahui bahwa meningkatnya jumlah ternak sapi pada tahun 2007 sebesar 17.383 ekor dan tahun 2008 meningkat menjadi 19.809 ekor di Manokwari (Anonim, 2008a) menyebabkan banyak masalah lingkungan. Berdasarkan penjelasan diatas maka diturunkan suatu program pengadaan digester biogas pada masyarakat di daerah Prafi dengan melihat potensi ternak serta kesediaan aparat dan masyarakat untuk terlibat alam program tersebut, dengan harapan mampu menjawab masalah krisis energi sekaligus mencari solusi untuk meringankan beban masyarakat setempat, sekaligus sebagai proses pendidikan non formal kepada masyarakat.
Tujuan
Dalam melakukan penggorganisasian kepada masyarakat, dilakukan Penyuluhan dilakukan oleh Tim dari lembaga perguruan tinggi maupun dari Pemda Kabupaten Manokwari Bertujuan untuk:
1.      Mendapatkan paket teknologi yang tepat sesuai lingkungan setempat untuk menyediakan sumber pupuk organik dan sumber energi;
2.      Membimbing petani untuk secara mandiri mampu mengatasi masalah melimpahnya feses guna dijadikan sebagai sumber pupuk organik dan energi.
3.      Mengorganisir kelompok masyarakat dan memberdayakannya sesuai dengan sasaran yang disepakati;
4.      Institusi mampu mendekatkan diri dan memecahkan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat disekitarnya;
5.      Memperoleh umpan balik dari kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka perencanaan darma pengabdian kepada masyarakat;
  1. Terbinanya hubungan kerjasama antara masyarakat sebagai mitra dan pemerintah daerah dan pihak perguruan tinggi
Langkah-langkah  dilapangan.
         Pengorganisasian masyarakat yang dilakukan Masyarakat transmigrasi Distrik Prafi Kabupaten Manokwari bersifat penyadaran masyarakat terhadap kondisi dan permasalahan yang dihadapi yang dilakukan adalah pemerintah daerah dan pihak perguruan tinggi melakukan rencana dan strategi dengan melihat potensi Prafi sebagai daerah dengan populasi sapi yang tinggi namun belum memanfaatkan feses sebagai energi alternatif. Selanjutnya melakukan proses groundwork yaitu proses dialogis dan transformasi pengetahuan kepada masyarakat tentang pembuatan dan pemanfaatan biogas. Pendekatan yang dilakukan adalah bekerjasama dengan kelompok-kelompok yang memperoleh bantuan ternak maupun memiliki ternak sendiri. dengan melakukan dialog di Balai Kampung. Dalam dialog tersebut disampaikan pandangan, impian, analisis, kepercayaan, prilaku yang berkaitan dengan isu/persoalan yang dikeluhkan oleh masyarakat serta mencari solusinya. Proses ini bertujuan untuk memastikan keterlibatan kelompok dalam melakukan analisa, pemecahan masalah, dan aksi bersama untuk memecahkan permasalahan tersebut. Selanjutnya dilakukan rapat-rapat, roleplay serta melakukan mobilisasi terhadap permasalahan/isu kelangkaan BBM di masyarakat dengan melakukan negoisasi dan dialog disertai dengan taktik-taktik yang telah dipersiapkan. Terkait dengan permasalahan eco-socio-environmental ini bisa berupa tindakan mobilisasi anggota dalam masyarakat  untuk berpartisipasi dalam memulai pembuatan digester biogas untuk menjawab yang dapat menyelesaian permasalahan mereka.
Tahap-Tahap dan pendekatan dalam Masyarakat.
a. Sosialisasi Program Pembuatan Biogas
Sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Manokwari dan pihak universitas dilaksanakan dengan maksud memberikan penjelasan mengenai konsepsi dasar, tujuan, sasaran, prinsip-prinsip, kebijakan serta proses dan mekanisme dalam pengerjaan dan pembuatan unit biogas. Pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan sosialisasi adalah masyarakat, toko agama, Bamuskam, Petugas Penyuluh, kepala kampung dan aparatnya yang berada dilokasi kegiatan program, pendamping maupun pihak Perguruan Tinggi. Setelah dilakukan sosialisasi dilakukan perencanaan bersama masyarakat (PMB) untuk melaksanakan rencana pelaksanaan kegiatan.
b. Menentukan Kelompok
Dalam pemberian Program, dipilih 3 kelompok tani yaitu dilokasi kegiatan yaitu Kelompok Tani Darusalam, Hatam Moile dan Santo Kristoporus dengan jumlah Anggota masing-masing 10 orang. Dipilihnya kelompok ini dengan kriteria; memiliki sapi, memiliki kandang serta bersedia menyediakan sebidang tanah untuk dibuat digester. Dengan adanya kendala minimnya dana dalam pengadaan program karena mendatangkan tenaga ahli dari luar Papua dalam pembuatan digester biogas merupakan kendala program ini tidak bisa menyentuh semua lapisan masyarakat. Perlu diketahui untuk pembuatan 1 unit digester biogas membutuhkan dan hingga Rp. 20 juta/Unit.
b. Memberikan Penyuluhan
Tahap-tahap diatas dilakukan CO dalam hal ini pemerintah daerah dan pihak perguruan tinggi di daerah transmigrasi Prafi kabupaten Manokwari adalah memberikan penyuluhan serta tranformasi ilmu pengetahuan sehingga mereka mampu memanfaatkan feses sapi yang tidak bernilai menjadi sumber energi alternatif sehingga berdampak pada berkurangnya pencemaran lingkungan akibat dimanfaatkannya feses sapi sebagai sumber gasbio, Berkurangnya pemakaian kayu bakar sebagai sumber energi dan terjadinya peningkatan pemakaian pupuk organik, Petani mampu secara mandiri atau kelompok mengelola feses sapi untuk dijadikan sumber gasbio, Petani mampu secara mandiri menularkan pengetahuannya kepada petani di kampung lain untuk melakukan kegiatan yang serupa, Tersedianya unit gasbio di daerah transmigrasi sebagai sumber energi dan pupuk, meningkatnya kesehatan masyarakat di daerah transmigrasi, berkurangnya ketergantungan pupuk anorganik karena pasokan yang murah dari produk sampingan gasbio serta peningkatan keuntungan petani dengan penggunaan pupuk organik produk lokal.
c. Pelaksanaan dan hasil
Dalam Pelaksanaan kegiatan pembuatan digester biogas, dilakukan secara bersama-sama dengan melibatkan masyarakat penerima program dan mampu berjalan hingga digester selesai dibuat dengan baik dan menghasilkan gasbio. Hasil yang diperoleh mampu dijadikan sebagai penerang, memasak bahkan sebagai pupuk bagi tanaman palawija kelompok penerima program biogas
Pelaku-pelaku Pengorganisasian Masyarakat.
            Pelaksanaan kegiatan dimasyarakat khususnya masyarakat transmigrasi distrik prafi adalah adanya peran dari berbagai pihak dalam hal ini  pemerintah daerah Provinsi Papua Barat maupun Kabupaten Manokwari sebagai  penanggungjawab dalam upaya mensejahterakan masyarakatnya. pemerintah telah melakukan kegiatan pengembangan masyarakat melalui penyelenggaraan program-program pembangunan diantaranya adalah pembuatan biogas. Selaian itu, pemerintah, sebagai pemegang kekuasaan yang dimandatkan oleh warganya, membuat berbagai regulasi yang ditujukan kepada terciptanya kehidupan masyarakat yang sejahtera.
 Dalam menjalankan fungsinya, pemerintah kabupaten Manokwari  melakukan kerjasama dengan lembaga lain atau pun menuntut lembaga lain untuk menyelenggarakan pengembangan masyarakat diantaranya adalah Agen dalam hal ini pihak perguruan tinggi sebagai community organizing yang memiliki kesadaran yang tinggi dan kepedulian yang sangat besar terhadap pengembangan masyarakat serta masyarakat di daerah transmigrasi Prafi sendiri sebagai sasaran memiliki kedudukan yang sangat strategis. Mereka tidak dipandang sebagai obyek kegiatan yang hanya akan menerima hasil kegiatan pengembangan masyarakat, melainkan sebagai pihak yang harus turut menentukan dalam kegiatan tersebut. Hal itu terbukti dengan peran serta mereka dalam mengikuti dialog, rapat-rapat maupan pada proses pembuatan biogas. Selain itu peran kepala kampung sangat penting sebagai pembina dan penasehat program diatas. Selain itu, peran tim tiga tungku (3T) yang terdiri dari unsur pemerintah kampung, toko adat dan toko agama sangat penting dalam memotivasi masyarakat serta menumbuhkan kesadaran mulai dari tahap persiapan, perencanaan hingga pelaksanaan dan pelestarian program sangat diperlukan (Hosio, 2009)
Kelemahan Program dilapangan
  1. Partisipasi.
Masyarakat Prafi kabupaten Manokwari belum secara maksimal berperan aktif terhadap program yang dijalankan. Masih banyak yang merasa kurang dilibatkan karena digester/program pembuatan biogas yang dibuat hanya untuk kelompok-kelompok tertentu, serta masih banyak yang tetap melakukan kebiasaan lama seperti mancari kayu dihutan tanpa memanfaat inovasi yang ditawarkan. Pengorganisasian masyarakat harus diupayakan keterlibatan semua pihak terutama masyarakat kelas bawah. Partisipasi yang diharapkan adalah partisipasi aktif dari anggota sehingga akan melahirkan perasaan memiliki dari program yang akan di kerjakan bersama-sama. Partisipasi masyarakat yang semakin meningkat baik secara kualitatif maupun kuantitatif  merupakan salah satu perwujudan dari perubahan sikap dan perilaku (Soetomo, 2008).
 Keterbukaan
Belum adanya keterbukaan dari semua pihak, sehingga ada pihak yang merasa tidak dilibatkan dengan program yang diturunkan sehingga menyebabkan perpecahan dan organisasi masyarakat yang telah dibangun. Sehingga masih banyak masyarakat yang merasa dampak positf dari program tersebut walaupun sudah diupayakan secara maksimal.
  1. Keberpihakan
 Pengorganisasian masyarakat harus menitikberatkan pada lapisan bawah yang selama ini selalu dipinggirkan, sehingga yang menjadi basis pengorganisasian adalah masyarakat kelas bawah, tanpa mempunyai prioritas keberpihakan terhadap masyarakat kelas bawah seringkali pengorganisasian yang dilakukan terjebak pada kepentingan. Untuk wilayah kabupaten Manokwari program Biogas masih dilakukan pada masyarakat transmigrasi sebagai contoh, sehingga diharapkan program ini ditularkan kepada masyarakat lokal. Dengan demikian semua program pemerintah dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

  1. Desentralisasi                                                                                                                             Pada umumnya program yang diturunkan sudah memberi tanggungjawab dan kewenangan yang penuh pada warga untuk mengelola program secara mandiri. Masyarakat sudah mengetahui maksud dan tujuan program yang dijalankan, merencanakan dan mengelolah namun masih ada saja kendala dalam mempertanggungjawabkan pengelolahan dana dan fasilitas yang diberikan serta memelihara dan melestarikan program yang telah diberikan.
  1. Pembelajaran bersama
Program pembuatan digester biogas belum dilakukan secara berkesinambungan karena mahalnya pembuatan digester, selain itu masih didatangkan tenaga ahli dan belum banyak masyarakat mau terlibat atau menyerap ilmu dari tenaga tersebut, sehingga diharapkan ada peran pemerintah, masyarakat dan pendamping serta pelaku lainnya sehingga masyarakat bisa mandiri dalam proses pelaksanaan program atau masyarakat menentukan sendiri program lain yang layak dikembangkan di daerah mereka dengan melihat potensi yang ada untuk dikembangkan.
      f. Kesetaraan.
Menurut Kuntowijoyo (2006), Budaya yang sangat menghambat perubahan masyarakat adalah tinggalan budaya feodal. Oleh sebab itu pembongkaran budaya semacam ini bisa dimulai dengan kesetaraan semua pihak, sehingga tidak ada yang merasa lebih tinggi (superior) dan merasa lebih rendah (inferior), hal itu masih banyak ditemukan bahwa ada masyarakat Prafi, ada yang merasa rendah bahkan tidak mampu bersaing dengan lainnya, sehingga masih ada yang takut terlibat dalam program. Diharapkan setiap program yang akan turun benar-benar melibatkan semua lapisan masyarakat dengan tidak memandang status sosial.

Solusi dan Harapan
Dalam Menjalankan tugasnya community organizing belum banyak memberikan masukan yang nyata menyangkut program yang dijalankan, karena program pengadaan  biogas belum lama dikembangkan di Papua yang masih kaya akan kekayaan alam, selain itu masih terfokus pada kelompok dengan kriteria tertentu, khusus pihak universitas harus tanggap dengan masalah mendasar di masyarakat dan mau bekerjasama dengan pemerintah daerah mencari solusi program peternakan  yang baik untuk daerah Papua, karena masalah di Papua sangat kompleks dan butuh metode pemberdayaan masyarakat yang terarah sehingga perlu melibatkan semua stakeholders di daerah. Dengan diberlakukannya Otonomi khusus di Papua diharapkan program yang disusun oleh pemerintah harus bermartabat dan ada perhatian serius dari pusat serta pemikiran positif dari kaum elit papua dalam penyusunan program dalam membangun masyarakat (Antoh, 2008). Persoalannya adalah strategi pembangunan yang diterapkan selama ini belum sampai menyentuh pada apa yang menjadi kebutuhan masyarakat (needs), namun lebih memprioritaskan pada apa yang menjadi keinginan pengambil kebijakan (wants) program yang turun masih banyak bersifat Top Down dan tingkat partisipasi masyarakat terhadap program yang rendah, selain itu yang diinginkan oleh masyarakat belum secara baik di tanggapi pemerintah sehingga banyak program yang diturunkan namun hanya sedikit yang berhasil. Diharapkan dimasa yang akan datang semua harus bekerjasama sehingga setiap program mampu membawa kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulan
1.         Pada dasarnya Program Pemberdayaan masyarakat merupakan program yang susah dijalankan apabila keterlibatan semua pihak dilapangan tidak dilakukan. Pendekatan pengembangan masyarakat yang dilakukan di masyarakat transmigrasi Distrik Prafi Kabupaten Manokwari belum maksimal walaupun sudah program tersebut berhasil. Hal ini disebabkan karena masyarakat lebih dijadikan obyek dari program. Selain itu keberlanjutan program harus dilakukan secara subtainability sehingga hasilnya tetap dirasakan dan dilestarikan untuk generasi yang akan datang.
2.         Metode yang dipergunakan dalam pengorganisasian masyarakat adalah pengembangan kesadaran dan pemahaman untuk bertindak sesuai dengan kenyataan, partisipasi aktif, pendidikan berkelanjutan, pembentukan dan penguatan pengorganisasian masyarakat. Dalam metode ini perlu keterlibatan semua stakeholder yang terlibat dalam program sehingga semuanya memiliki rasa tanggungjawab dalam pelaksanaan program tersebut.

Daftar Pustaka
Anonim, 2008a. Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Peternakan Provinsi    Papua Barat. Manokwari
Anonim, 2008b. Penggorganisasian Masyarakat. Available                                                 at http://bairisset.com/2008/05/community-organizing.html. Diakses 23    September 2009
Antoh, Demmy. 2008, Menggugat Implementasi Otsus Papua. Pusat Pengkajian Pembangunan Papua. Sorong
Hosio, J.E. 2009, Papua Barat dalam Realitas politik NKRI, Cetakan Pertama,    Laksbang Mediatama, Yogyakarta
Kuntowijoyo. 2006, Budaya dan Masyarakat. Tiara Wacana, Yogyakarta
Soetomo. 2008, Strategi-strategi Pembangunan Masyarakat, Pustaka Pelajar,
      Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar